Saya ingat terakhir kali menaiki dokar adalah saat masih duduk di bangku taman kanak-kanak.
Nenek yang kala itu mengajak saya pergi ke pasar menunggangi kereta kuda beroda dua itu.
Puluhan tahun berlalu, yang saya tahu kendaraan tradisional itu telah hilang. Begitu pula orang-orang yang menggantungkan hidup darinya.
Namun, Darmo Margono (70) menolak punah. Ia kini menjadi satu-satunya orang yang tersisa yang menjadi pemugar dokar terakhir di Kota Magelang.
Ditemui di workshop miliknya di Juranggombo Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Darmo bercerita tentang bengkel dokar yang tersisa itu.
Bengkel itu konon sudah ada sejak 1921, diwariskan dari kakeknya di Ambarawa, kemudian kepada ayahnya, dan diteruskan oleh Darmo hingga sekarang.
Seperti kekayaan yang diwariskan, orang-orang dahulu juga kerap mewariskan keahliannya kepada penerusnya.
Darmo sendiri sudah berprofesi sebagai juru perbaikan Dokar sejak tahun 1970 silam. Hampir setengah abad lebih.
"Sejak kecil, saya sudah belajar menjadi juru perbaikan dokar. Saya belajar langsung dengan orang tua saya. Mulai tahun 1970 membantu orangtua sampai sekarang,” tuturnya.
Saat masih berjaya, bengkel dokarnya tak pernah sepi dari pelanggan. Ia dibantu oleh tiga orang pekerjanya untuk memperbaiki dokar-dokar yang rusak.
Namun, seiring perkembangan zaman, transportasi modern bermunculan dan menggusur kendaraan yang telah uzur itu.
Jumlah pelanggan bengkel kian menyusut. Kini, hanya segelintir saja yang memperbaiki dokar di bengkelnya. Dia bekerja sendiri.
Bengkel dokar lain di Magelang perlahan hilang satu per satu yang hanya menyisakan bengkel Darmo. Satu-satunya di Magelang.
"Dulu, bengkel ramai. 10-15 dokar tiap hari saya hitung ada. Ada tiga rekan yang juga membantu, tetapi sejak lima tahun terakhir ini, saya bekerja sendiri. Ya bagaimana, sudah sedikit sekali yang memperbaiki dokar. Dokar juga sudah semakin berkurang. Hanya satu atau dua saja," tutur Darmo.
Meski pelanggan berkurang, Darmo berusaha keras menghidupkan perapian. Saban hari ia menempa besi agar bengkelnya masih terus bertahan.
Sebagai artisan, ia paham betul apa yang ia lakukan. Segala macam perbaikan, mulai dari perbaikan roda, as, per, kursi, hingga bagian lainnya, ia cakap.
Darmo pun masih mempertahankan cara tradisional untuk memperbaiki dokar. Bahkan, peralatan tukang yang dipakainya merupakan peninggalan dari orang tuanya dulu.
Jika dirunut mungkin seumuran dengannya atau bahkan lebih tua.
Kayu yang digunakan untuk memperbaiki dokar menggunakan kayu jati. Ban dokar terbuat dari karet bekas ban mobil yang telah diiris.
Cara perbaikan tradisional, tetapi tetap mendapat sentuhan modern. Darmo menggunakan blower listrik berusia tua untuk meniup angin di perapian, tempat menempa besi.
Baut dokar memiliki bentuk khusus sehingga ia bikin sendiri menggunakan mesin bubut. Tarif perbaikannya bervariasi tergantung dengan jenis kerusakannya.
Pembuatan dokar baru juga bisa dipesan di bengkel Darmo, meski sudah lama sejak ia membuatkan pesanan dokar baru.
"Dokar yang diperbaiki masih dipakai. Dokar itu berasal dari wilayah Salaman dan Borobudur, Kabupaten Magelang. Ada juga dari Parakan, Ngadirejo dan Temanggung, Kabupaten Temanggung," kata Darmo.
Darmo mengatakan, dirinya masih akan membuka bengkel dokar miliknya.
Meski kini ia telah kepala tujuh, ia mendapatkan perasaan bahagia memperbaiki dokar yang rusak menjadi baik kembali. Hatinya telah tertambat di sana sejak lama.
Anak-anak Darmo tak meneruskan pekerjaannya dan lebih memilih merantau di Jakarta. Mungkin karena alasan sederhana. Bengkel ini tak cukup menghidupi.
Namun, terkadang seseorang menemukan romantisme untuk tetap bekerja, meski apa yang mereka kerjakan sebentar lagi punah dan tergusur.
Seperti Darmo yang bertekad terus memperbaiki dokar sampai entah kapan. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
"Kalau ngga kuat, tak kletake uwis (kalau tak kuat nanti tak biarkan saja),” pungkasnya.
(Foto dan teks oleh Rendika Ferri Kurniawan)
Artikel ini juga telah tayang di https://jogja.tribunnews.com/2020/01/07/darmo-dan-bengkel-dokar-miliknya-yang-tetap-bertahan-meski-digerus-zaman